Search This Blog

Tuesday, January 7, 2025

Project Bike; Yamaha Jupiter-Z 2004; Bore Up Spec 54mm Part-2

Ketika part-2 ini dibuat, Desember 2024, kita sudah memasuki musim hujan guys. Perubahan cuaca yang ekstrim di sebagian besar wilayah Indonesia, dari udara panas menyengat di siang hari maupun gerah di malam hari menjadi angina kencang dan hujan lebat di November dan Desember ini. Tambahkan kewaspadaan saat berkendara saat cuaca hujan, tambahkan item resiko seperti; jalan licin, pohon tumbang atau banjir dan genangan air yang dapat merusak mesin ataupun menutup gorong-gorong, lubang jalan hingga sungai.

Dan… yes… saya jatuh sakit hahaha, walau sekedar flu tapi kadang cukup mengganggu aktivitas kita sehari-hari ya kan? Untungnya project sudah selesai jadi saya hanya perlu melakukan “summary” pada artikel ini yang mana ini juga bisa menjadi “obat” buat saya, writing and automotive… dua hal yang menjadi pelepas stress saya.

Nah, seperti yang terakhir kita bahas terakhir di part-1; https://9-engineering.blogspot.com/2025/01/project-bike-yamaha-jupiter-z-2004-bore.html


Setelah kita lepas pistonya, inilah penampakanya dibandingkan dengan piston yang baru. Kiri; merupakan tampilan piston yang lama, berukuran 52mm, dome standard dengan pemakaian 1 tahun atau sekitar 17.000 kilometer lebih, nah ini permukaan area bakarnya kotor dan berkerak karena berbagai hal; selain pemakaian dan karburator 24mm yang mana setting-an bensin menjadi lebih kaya, juga karena saya open filter atau tidak memasang filter, sehingga kotoran dari luar lebih mudah masuk ke ruang bakar, apalagi karburator sudah mengarah keluar ke samping guys hehe. Sebelah kanan adalah penampakan piston yang baru, berukuran 54mm, dome jenong dengan sedikit custom coakan klep sedikit diperdalam dan potong buntut piston agar tidak terkena kruk-as, jelas piston masih terlihat sangat bersih dikarenakan belum dipakai.


Lalu untuk silinder sendiri, saya tidak menggunakan produk aftermarket melainkan bahan spare part standard saya bubut korter untuk spesifikasi bore up 54mm. Di sini yang perlu dicermati dalam melakukan korter adalah selisih antara diameter piston dan silinder. Untuk harian saya menggunakan setting selisih diameter antara 0.02 ~ 0.05mm, saya mengarahkan tukang bubut untuk mengerjakan dengan selisih rata-rata di 0.03mm.


Pengukuran piston dilakukan dengan menggunakan micrometer dan silinder dilakukan dengan menggunakan cylinder bore gauge, untuk penggunaan akan semoga kita bisa bahas di artikel terpisah ya guys. Di atas adalah posisi pengukuran dan hasilnya, yang menjadi catatan adalah; sangat wajar bila piston berbentuk taper dari atas ke bawah dan hasil korter silinder harus tidak oval dan parallel dari atas hingga bawah.


Lalu kita hitung selisih diameternya dengan cara hasil pengukuran diameter silinder (b) dikurangi hasil pengukuran diameter piston (a) maka didapat selisih diameter (c), untuk mengkonversi menjadi gap atau celah piston dengan silinder maka selisih diameter (c) dibagi dua, di sini dihasilkan gap dengan silinder paling besar adalah 0.115mm per sisi pada bagian atas piston dan 0.005mm pada bagian bawah piston. Hal ini masih oke ya guys, karena saya tes dorong piston (tanpa pasang ring, tapi sudah diberi oli tipis pada dinding silinder) di silinder tidak menunjukkan tanda seret atau terkunci pada area tertentu, lain halnya bila ada seret atau terkunci, mungkin aktivitas finishing lanjutan akan saya lakukan seperti contoh tambahan polishing. Juga tidak lupa cek dan setting celah ring piston 1 dan 2 di angka 0.1mm ±0.02mm.


Untuk camshaft atau noken as saya menggunakan merk BRT tipe T1 Street Performance yang cocok untuk mesin bore up harian-touring dan dipadukan dengan per klep progressive dari BRT juga.


Sedangkan untuk bearing saya menggunakan merk NTN dengan nomor 6002 dan 6003, merk ini merupakan salah satu merk terpercaya untuk bearing pabrikan Jepang, harganya lebih terjangkau daripada standar pabrikan dan cukup mudah dicari di pasaran.


Camshaft
BRT ini sudah sepaket dengan roller rocker arm dan tidak disarankan ditukar-tukar dengan roller rocker arm lain ataupun rocker arm std motor, ini dikarenakan profile pada noken as-nya sudah dirancang dan disesuaikan dengan karakter roller rocker arm­-nya dan jarak ungkit dari as rocker arm ke batang klep juga sudah disesuaikan. Sebenarnya camshaft lama dari Kawahara tipe K1 dan rocker arm standar masih bisa digunakan, namun karena camshaft ini lebih cocok untuk spesifikasi mesin standar-harian, maka saya trial untuk upgrade spec ke bore up harian-touring yang mana BRT juga sudah melengkapi camshaft ini dengan roller rocker arm yang dapat meminimalisir gesekan lebih baik sehingga memudahkan untuk meraih rpm yang tinggi dan mengurangi noise mesin. Semoga nanti bisa punya dial cam, cfm measurement machine dan dynotester ya guys agar dapat kita ukur dan pemaparan perubahanya dapat dilakukan dengan lebih seksama.


Melengkapi setting-an camshaft di atas, saya juga memasangkan per klep progressive BRT untuk Yamaha Jupiter-Z, disebut progressive karena per ini memiliki lebih dari satu konstanta pegas yang memungkinkan lebih bisa beradaptasi dengan setting­-an dan karakter mesih dari masing-masing tuner ataupun mekanik, terlebih per ini juga masih cocok dikombinasikan dengan klep standar atau bawaan motor serta pemakaian paket camshaft BRT yang mana sudah diuji dan diperitungkan oleh pabrikan BRT. Hal ini menanggapi tujuan saya untuk mengganti per standar yang mungkin saja sudah lemah karena pemakaian saya yang terbilang lebih ekstrim sehari-hari dan sudah lebih dari 140.000km yang mana resiko untuk floating di rpm tinggi karena per lemah bisa saja terjadi. Walaupun saya men-setting limiter pada CDI BRT di angka 11.000rpm yang mana belum terlampau ekstrim untuk mesin (artikel; https://9-engineering.blogspot.com/2020/12/project-bike-jupiter-z-2004-brt-i-max.html) namun kebiasaan saya untuk membejek power motor lebih dari rata-rata pengendara kebanyakan dikhawatirkan floating ini dapat terjadi bila masih menggunakan per klep standar-nya. Oh iya, dalam pemasangan per progressive yang perlu diperhatikan adalah pastikan posisi per yang celahnya lebih rapat mengadap ke bawah atau TMB (Titik Mati Bawah) untuk menghindari malfungsi per ataupun kinerja mesin karena kesalahan pemasangan.


Tanpa diukur dengan menggunakan dial pada piston kira-kira begini posisi piston saat berada di TMA atau Titik Mati Atas; masih terdapat sisa pada bibir piston dan dome piston saya ukur masih aman untuk di-akomodir pada ruang squish atau dome pada head cylinder dengan perkiraan kompresi 11.3 ~ 11.5:1 yang mana masih dapat mengkonsumsi bensin RON 92 atau setara dengan Pertamax.


Lalu kita top-kan dan rakit kembali mesin dengan langkah kebalikan pada saat melepas atau dapat dilihat pada artikel; http://9-engineering.blogspot.co.id/2016/11/project-bike-jupiter-z-2006-cam-upgrade.html


Setelah mesin terpasang sempurna tidak lupa kita mengisi oli mesin sebelum melakukan cek dry cycle atau menggerakkan mesin tanpa pengapian dengan cara di-selah pada kick starternya beberapa kali atau menyalakan mesin. Oli yang saya gunakan adalah Evalube Pro Synthetic SAE 10W-30 API SL/JASO MA2, oli ini dapat ditemukan dengan mudah di sekitar tempat saya tinggal dan ori ya guys hehe, maklum sekarang sedang marak oli palsu dari berbagai brand. Oli ini harganya cukup bersaing namun sudah mendapatkan spesifikasi oli untuk motor sport dengan API Service grade yang cukup tinggi yaitu SL.

Sampai dengan artikel ini dibuat kira-kira mesin dengan spesifikasi ini sudah menempuh jarak 4.000km dan hasilnya cukup memuaskan; tenaga lebih mengisi dengan tarikan menuju ke 100km/h menjadi lebih mudah, yang mana knalpot yang saya gunakan masih standar, maklum karena motor ini digunakan untuk harian dan area tempat saya tinggal polisinya cukup ketat dalam menindak penggunaan knalpot non standar hehe. Hasil ini juga didukung oleh pemasangan part lain yang di masa sebelumnya sudah saya pasang, seperti karburator PE24, CDI BRT I-Max 24 Step dan Coil GC BRT. Walau begitu bore up spesifikasi ini rasanya masih cocok digunakan untuk komponen lain dengan standar pabrikan tentunya minimum dibarengi dengan setting “angin-angin” karburator.

Akhir kata, semoga artikel kali ini bermanfaat ya guys dan terima kasih banyak yang sudah mampir. Sampai jumpa lagi, ciao!


Regards,

Gigih


















No comments:

Post a Comment